Metroterkini.com - Pandemi Covid-19 membuat layanan kesehatan menjadi sorotan publik dalam hal kecepatan dan ketepatan. Di sisi lain, kompleksitasnya semakin tinggi supaya bisa melayani dan mengobati pasien dengan baik. Pandemi sejatinya telah menguji kapasitas seluruh sumber daya layanan kesehatan di Indonesia.
Di tengah kondisi masih pandemi ini, layanan kesehatan publik dituntut mesti adaptif dengan memanfaatkan teknologi. Penggunaan teknologi terkini dalam era Revolusi Industri 4.0 menjadi salah satu solusi, seperti pemanfaatan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di rumah-rumah sakit. Banyak negara yang mampu mengelola dan keluar lebih cepat dari pandemi karena mampu memaksimalkan penggunaan teknologi termasuk di pusat layanan kesehatan seperti rumah sakit.
Maka itu, perusahaan teknologi AI kreasi anak bangsa, Arogya.ai, lahir untuk mendorong lebih intens pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan di rumah sakit Indonesia. Beberapa produk Arogya, antara lain Inventory Management, Order and Logistic Management, Marketplace, Healthcare News Network, dan Impact Analysis.
“Arogya hadir memberikan solusi untuk membantu optimalisasi management supply chain layanan kesehatan di Indonesia. Order manager, inventory manager dan h-commerce yang diciptakan Arogya, merupakan AI supply chain layanan kesehatan pertama di Indonesia dan diciptakan di Indonesia untuk layanan kesehatan Indonesia yang lebih baik,” kata Victor Fungkong, Founder dan CEO Arogya.ai, saat penandatanganan kerja sama Arogya.ai dengan RSUI dan ILUNI UI di Kampus UI, Depok, Jumat pagi (5/11).
Direktur Utama RSUI Astuti Giantini menyambut gembira kerja sama pemanfaatan AI dalam urusan supplay chain di rumah sakit pendidikan ini. Dengan teknologi AI, pihaknya dapat mengetahui kondisi stok obat-obatan dan peralatan layanan pasien secara real-time, sehingga bisa menunjang kualitas layanan kesehatan di RSUI. Dengan sistem yang terintegrasi dan lebih efisien untuk supply chain hingga administrasi, diharapkan teknologi ini dapat menekan biaya operasional lebih efisien.
“Sebagai rumah sakit pendidikan, kerja sama ini bermanfaat bagi RSUI karena bisa menjadi rujukan Ini juga menjadi langkah RSUI menjadi rumah sakit yang menerapkan digitalisasi di Indonesia guna mendukung Universal Health Coverage (UHC),” ujarnya.
Saat ini RSUI memiliki status kelas B dengan kapasitas tempat tidur 200.
Menuju Smart Hospital
Victor menambahkan, pemanfaatan teknologi AI di rumah sakit juga dilakukan untuk menuju smart hospital, yakni rumah sakit yang memanfaatkan teknologi inovatif secara ekstensif untuk meningkatkan kualitas perawatan dan pengalaman pasien sekaligus mengurangi biaya. Teknologi AI mampu mendukung manajemen supply chain memaksimalkan administrasi dan operasional rumah sakit. Apalagi betapa vitalnya supply chain dalam sistem pelayanan rumah sakit.
Riset Cardinal Health Survey tentang supply chain rumah sakit menyebutkan, 65 persen responden mengaku mengalami kejadian dokter terpaksa menunda prosedur operasi karena ketidaktersediaan obat dan/atau alat medis yang dibutuhkan karena sistem purchasing kurang optimal.
“Kita juga melihat arus kas rumah sakit dipengaruhi perputaran stok obat-obatan dan peralatan medis. Semakin cepat perputaran stok, semakin lancar arus kas rumah sakit. Namun, sering kali purchasing rumah sakit melakukan proyeksi kebutuhan obat-obatan dan peralatan medis berdasarkan analisis statis, bukan analisis dinamik. Akibatnya, proyeksinya kurang akurat dan mengakibatkan overstock/understock. Dengan sistem order dan inventory management berbasis AI, managemen rumah sakit sangat dibantu untuk dapat membuat keputusan pemesanan dan pembelian stok obat-obatan serta peralatan medis dengan akurat,“ pungkas dia. [mer]